Assalamu ‘Alaikum … , afwan Ust. Ana mau tanya tentang keutamaan
shaum pada 1,2, dan 3 Rajab. Bagaimana matan dan sanad hadits tersebut?
Katanya pahalanya sama dengan puasa selama 900 tahun.
Syukran Ust atas jawabannya.Semoga Allah selalu memberkahi dan memberi kesehatan kepada Ust. Amin. (dari 081213141xxx)
Jawaban (Farid Nu’man Hasan):
Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa Barakatuh
Bismillah wal hamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah wa ‘ala aalihi wa ashahabihi wa man waalah wa ba’d:
Bulan Rajab adalah salah satu bulan mulia, yang telah Allah Ta’ala
sebutkan sebagai asyhurul hurum (bulan-bulan haram). Maksudnya, saat itu
manusia dilarang (diharamkan) untuk berperang, kecuali dalam keadaan
membela diri dan terdesak.[1]
Allah Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تُحِلُّوا شَعَائِرَ اللَّهِ وَلَا الشَّهْرَ الْحَرَامَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar
Allah , dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram …” (QS. Al
Maidah (95): 2)
Ayat mulia ini menerangkan secara khusus keutamaan bulan-bulan haram,
yang tidak dimiliki oleh bulan lainnya. Bulan yang termasuk Asyhurul
hurum (bulan-bulan haram) adalah dzul qa’dah, dzul hijjah, rajab, dan
muharam. (Sunan At Tirmidzi No. 1512)
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
السنة اثنا عشر شهراً، منها أربعةٌ حرمٌ: ثلاثٌ متوالياتٌ ذو القعدة، وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان”.
“Setahun ada 12 bulan, di antaranya terdapat 4 bulan haram: tiga yang
awal adalah Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharam. Sedangkan Rajab yang
penuh kemuliaan antara dua jumadil dan sya’ban.” (HR. Bukhari No. 3025)
Dinamakan Rajab karena itu adalah bulan untuk yarjubu, yakni Ya’zhumu
(mengagungkan), sebagaimana dikatakan Al Ashmu’i, Al Mufadhdhal, dan Al
Farra’. (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif, Hal. 117. Mawqi’ Ruh Al
Islam)
Banyak manusia meyakini bulan Rajab sebagai bulan untuk memperbanyak
ibadah, seperti shalat, puasa, dan menyembelih hewan untuk disedekahkan.
Tetapi, kebiasaan ini nampaknya tidak didukung oleh sumber yang shahih.
Para ulama hadits telah melakukan penelitian mendalam, bahwa tidak satu
pun riwayat shahih yang menyebutkan keutamaan shalat khusus, puasa, dan
ibadah lainnya pada bulan Rajab, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam
Ibnu Hajar Al ‘Asqalani dan Syaikh Yusuf Al Qaradhawi. Benar, bulan
Rajab adalah bulan yang agung dan mulia, tetapi kita tidak mendapatkan
hadits shahih tentang rincian amalan khusus pada bulan Rajab. Wallahu
A’lam
Sebagai contoh:
“Sesungguhnya di surga ada sungai bernama Rajab, airnya lebih putih
dari susu dan rasanya lebih manis dari madu. Barangsiapa yang berpuasa
Rajab satu hari saja, maka Allah akan memberikannya minum dari sungai
itu.” (Status hadits: BATIL. Lihat As Silsilah Adh Dhaifah No. 1898)
“Ada lima malam yang doa tidak akan ditolak: awal malam pada bulan
Rajab, malam nishfu sya’ban, malam Jumat, malam idul fitri, dan malam
hari raya qurban.” (Status hadits: Maudhu’ (palsu). As Silsilah Adh
Dhaifah No. 1452)
“Rajab adalah bulannya Allah, Sya’ban adalah bulanku, dan Ramadhan
adalah bulan umatku.” (Status hadits: Dhaif (lemah). Lihat As Silsilah
Adh Dhaifah No. 4400)
“Dinamakan Rajab karena di dalamnya banyak kebaikan yang diagungkan
(yatarajjaba) bagi Sya’ban dan Ramadhan.” (Status hadits: Maudhu’
(palsu). As Silsilah Adh Dhaifah No. 3708)
Dan masih banyak lagi yang lainnya, seperti shalat raghaib (12
rakaat) pada hari kamis ba’da maghrib di bulan Rajab (Ini ada dalam
kitab Ihya Ulumuddin-nya Imam Al Ghazali. Segenap ulama seperti Imam An
Nawawi mengatakan ini adalah bid’ah yang buruk dan munkar, juga Imam
Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Nuhas, dan lainnya mengatakan hal serupa).
Walau demikian, tidak berarti kelemahan semua riwayat ini menunjukkan
larangan ibadah-ibadah secara global. Melakukan puasa, sedekah,
memotong hewan untuk sedekah, dan amal shalih lainnya adalah perbuatan
mulia, kapan pun dilaksanakannya termasuk bulan Rajab, kecuali puasa
pada hari-hari terlarang puasa.
Tidak mengapa puasa pada bulan Rajab, seperti puasa senin kamis dan
ayyamul bidh (tanggal 13,14,15 bulan hijriah), sebab ini semua memiliki
perintah secara umum dalam syariat yang dilakukan pada bulan apa saja.
Tidak mengapa pula sekedar ingin puasa mutlak tanggal 1,2, dan 3 Rajab
dengan tanpa embel-embel keyakinan yang tanpa dasar. Tidak mengapa
sekedar memotong hewan untuk disedekahkan, yang keliru adalah meyakini
dan MENGKHUSUSKAN ibadah-ibadah ini dengan fadhilah tertentu yang hanya
bisa diraih di bulan Rajab, dan tidak pada bulan lainnya. Jika seperti
ini, maka membutuhkan dalil shahih yang khusus, baik Al Quran atau As
Sunnah. Jika tidak ada maka hal itu menjadi ibadah muhdats (baru) dan
mengada-ngada.
Sementara itu, mengkhususkan menyembelih hewan (istilahnya Al
‘Atirah) pada bulan Rajab, telah terjadi perbedaan pendapat di dalam
Islam. Imam Ibnu Sirin mengatakan itu sunah, dan ini juga pendapat
penduduk Bashrah, juga Imam Ahmad bin Hambal sebagaimana yang dikutip
oleh Hambal. Tetapi mayoritas ulama mengatakan bahwa hal itu adalah
kebiasaan jahiliyah yang telah dihapuskan oleh Islam. Sebab Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda dalam hadits shahih: “Tidak ada
Al Fara’ dan Al ‘Atirah.” (Imam Ibnu Rajab, Lathaif Al Ma’arif Hal. 117)
Namun, jika sekedar ingin menyembelih hewan pada bulan Rajab, tanpa
mengkhususkan dengan fadhilah tertentu pada bulan Rajab, tidak mengapa
dilakukan. Karena Imam An Nasa’i meriwayatkan, bahwa para sahabat
berkata kepada Rasulullah: “Wahai Rasulullah, dahulu ketika jahiliyah
kami biasa menyembelih pada bulan Rajab?” Maka Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda:
اذبحوا لله في أي شهر كان
“Menyembelihlah karena Allah, pada bulan apa saja.” (HR. An Nasa’i,
hadits ini shahih. Lihat Shahih Al Jami’ Ash Shaghir wa Ziyadatuhu,
1/208)
Benarkah Isra Mi’raj Terjadi Tanggal 27 Rajab?
Ada pun tentang Isra’ Mi’raj, benarkah peristiwa ini terjadi pada
bulan Rajab? Atau tepatnya 27 Rajab? Jawab: Wallahu A’lam. Sebab, tidak
ada kesepakatan para ulama hadits dan para sejarawan muslim tentang
kapan peristiwa ini terjadi, ada yang menyebutnya Rajab, dikatakan
Rabiul Akhir, dan dikatakan pula Ramadhan atau Syawal. (Imam Ibnu Hajar,
Fathul Bari, 7/242-243)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, bahwa banyak ulama yang
melemahkan pendapat bahwa peristiwa Isra terjadi pada bulan Rajab,
sedangkan Ibrahim Al Harbi dan lainnya mengatakan itu terjadi pada
Rabi’ul Awal. (Ibid Hal. 95).
Beliau juga berkata:
و قد روي: أنه في شهر رجب حوادث عظيمة ولم يصح شيء من ذلك فروي: أن
النبي صلى الله عليه وسلم ولد في أول ليلة منه وأنه بعث في السابع والعشرين
منه وقيل: في الخامس والعشرين ولا يصح شيء من ذلك وروى بإسناد لا يصح عن
القاسم بن محمد: أن الإسراء بالنبي صلى الله عليه وسلم كان في سابع وعشرين
من رجب وانكر ذلك إبراهيم الحربي وغيره
“Telah diriwayatkan bahwa pada bulan Rajab banyak terjadi peristiwa
agung dan itu tidak ada yang shahih satu pun. Diriwayatkan bahwa Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dilahirkan pada awal malam bulan itu, dan
dia diutus pada malam 27-nya, ada juga yang mengatakan pada malam ke-25,
ini pun tak ada yang shahih. Diriwayatkan pula dengan sanad yang tidak
shahih dari Al Qasim bin Muhammad bahwa peristiwa Isra-nya Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam terjadi pada malam ke-27 Rajab, dan ini
diingkari oleh Ibrahim Al Harbi dan lainnya.” (Lathaif Al Ma’arif Hal.
121. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Sementara, Imam Ibnu Hajar mengutip dari Ibnu Dihyah, bahwa: “Hal itu
adalah dusta.” (Tabyinul ‘Ajab hal. 6). Imam Ibnu Taimiyah juga
menyatakan peristiwa Isra’ Mi’raj tidak diketahui secara pasti, baik
tanggal, bulan, dan semua riwayat tentang ini terputus dan berbeda-beda.
Sekian.
Wallahu A’lam
Farid Nu’man Hasan
—
[1] Sebagian imam ahli tafsir menyebutkan bahwa, hukum berperang pada
bulan-bulan haram adalah dibolehkan, sebab ayat ini telah mansukh
(direvisi) secara hukum oleh ayat: “Perangilah orang-orang musyrik di
mana saja kalian menjumpainya ….”. Sementara, ahli tafsir lainnya
mengatakan, bahwa ayat ini tidak mansukh, sehingga larangan berperang
pada bulan itu tetap berlaku kecuali darurat. Dan, Imam Ibnu Jarir lebih
menguatkan pendapat yang menyatakan bahwa ayat ini mansukh (direvisi)
hukumnya. (Jami’ Al Bayan, 9/478-479. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah) Imam Ibnu
Rajab mengatakan kebolehan berperang pada bulan-bulan haram adalah
pendapat jumhur (mayoritas ulama), pelaranagn hanya terjadi pada
awal-awal Islam. (Lathaif Al Ma’arif Hal. 116. Mawqi’ Ruh Al Islam)